Sunday, September 15, 2013
Friday, September 13, 2013
PT Timah Lirik Tambang Batubara di Sumatera Selatan
PT Timah Lirik Tambang Batubara di Sumatera Selatan
Selasa, 10 September 2013 07:38 WIB
Kontan
Batubara
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- PT Timah (Persero) Tbk (TINS) sedang mengincar lahan tambang batubara yang terletak di wilayah Sumatera Selatan.
Sekretaris Perusahaan Timah, Agung Nugroho, menuturkan sudah menyiapkan dana untuk akusisi tersebut.
Tingginya kualitas batubara yang terletak di wilayah tersebut menjadi salah satu alasan Timah melirik areal pertambangan itu.
"Kami siap menyuntikkan dana sekitar Rp 1 triliun. Kami menargetkan pada akhir tahun 2013, aksi anorganik atas tambang batubara tersebut sudah dapat dirampungkan," ujarnya kemarin.
Menurutnya, untuk aksi perseroan tersebut sedang dijajaki melalui entitas usaha perseroan, PT Timah Investasi Mineral.
Untuk aksi akuisisi ini, Timah sedang dalam tahap uji tuntas, untuk mengukur seberapa besar cadangan batubara yang dimiliki konsesi tambang batubara tersebut.
Ia pun mengatakan, dengan dirampungkannya akuisisi ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap pendapatan konsolidasian perseroan.
"Diketahui pada tahun 2012 lalu, kontribusi pendapatan yang berasal dari bisnis batubara hanya menyumbang sekitar 9 persen atau sekitar Rp 703,8 miliar dari total pendapatan konsolidasian yang mencapai Rp 7,82 triliun kita harapkan menaik," ujarnya.
Angka ini tidak jauh berbeda pada periode tiga bulan pertama tahun ini dimana bisnis batubara hanya menyumbang sekitar Rp 127,73 miliar dari total pendapatan pada kuartal pertama tahun ini yang mencapai Rp 1,52 triliun.
Sekretaris Perusahaan Timah, Agung Nugroho, menuturkan sudah menyiapkan dana untuk akusisi tersebut.
Tingginya kualitas batubara yang terletak di wilayah tersebut menjadi salah satu alasan Timah melirik areal pertambangan itu.
"Kami siap menyuntikkan dana sekitar Rp 1 triliun. Kami menargetkan pada akhir tahun 2013, aksi anorganik atas tambang batubara tersebut sudah dapat dirampungkan," ujarnya kemarin.
Menurutnya, untuk aksi perseroan tersebut sedang dijajaki melalui entitas usaha perseroan, PT Timah Investasi Mineral.
Untuk aksi akuisisi ini, Timah sedang dalam tahap uji tuntas, untuk mengukur seberapa besar cadangan batubara yang dimiliki konsesi tambang batubara tersebut.
Ia pun mengatakan, dengan dirampungkannya akuisisi ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap pendapatan konsolidasian perseroan.
"Diketahui pada tahun 2012 lalu, kontribusi pendapatan yang berasal dari bisnis batubara hanya menyumbang sekitar 9 persen atau sekitar Rp 703,8 miliar dari total pendapatan konsolidasian yang mencapai Rp 7,82 triliun kita harapkan menaik," ujarnya.
Angka ini tidak jauh berbeda pada periode tiga bulan pertama tahun ini dimana bisnis batubara hanya menyumbang sekitar Rp 127,73 miliar dari total pendapatan pada kuartal pertama tahun ini yang mencapai Rp 1,52 triliun.
KESDM Kaji Insentif Bangun PLTU di Mulut Tambang
Oleh: Ranto Rajagukguk
INILAH.COM, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) bakal menyediakan insentif bagi investor yang
berkeinginan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di mulut
tambang.
Dirjen Minerba, Kementerian ESDM, Thamrin Sihite menyebutkan, insentif ini berupa feed in tarif seperti layaknya penyediaan pembangkit dengan energi baru terbarukan (EBT). "Ini merupakan salah satu langkah pemerintah untuk mendorong produksi batu bara disediakan langsung melalui mulut tambang," kata Thamrin, Kamis (12/9/2013).
Thamrin menambahkan, feed in tarif untuk program itu sekitar US$ 0,05 hingga US$ 0,07 per kilo watt hours (kwh). Dia berharap penetapan harga jual tersebut bisa mempercepat proses penjanjian jual-beli listrik antara pengelola PLTU mulut tambang dan PT PLN (Persero). Selain itu, pemerintah juga akan memberikan insentif bagi pemegang izin usaha pertambangan (IUP) yang memasok batubara ke PLTU mulut tambang. Insentif yang ditawarkan menggunakan formula harga produksi ditambah dengan margin sebesar 25%.
Sebelumnya, pemerintah memang telah mendorong pengusaha batu bara untuk terjun berinvestasi di PLTU. Namun para pengusaha mengeluh lantaran Purchase Power Agreement (PPA) yang ditawarkan PLN hanya diberi jangka waktu setahun, sementara sindikasi dana bank didapat secara bertahap. [mel]
Dirjen Minerba, Kementerian ESDM, Thamrin Sihite menyebutkan, insentif ini berupa feed in tarif seperti layaknya penyediaan pembangkit dengan energi baru terbarukan (EBT). "Ini merupakan salah satu langkah pemerintah untuk mendorong produksi batu bara disediakan langsung melalui mulut tambang," kata Thamrin, Kamis (12/9/2013).
Thamrin menambahkan, feed in tarif untuk program itu sekitar US$ 0,05 hingga US$ 0,07 per kilo watt hours (kwh). Dia berharap penetapan harga jual tersebut bisa mempercepat proses penjanjian jual-beli listrik antara pengelola PLTU mulut tambang dan PT PLN (Persero). Selain itu, pemerintah juga akan memberikan insentif bagi pemegang izin usaha pertambangan (IUP) yang memasok batubara ke PLTU mulut tambang. Insentif yang ditawarkan menggunakan formula harga produksi ditambah dengan margin sebesar 25%.
Sebelumnya, pemerintah memang telah mendorong pengusaha batu bara untuk terjun berinvestasi di PLTU. Namun para pengusaha mengeluh lantaran Purchase Power Agreement (PPA) yang ditawarkan PLN hanya diberi jangka waktu setahun, sementara sindikasi dana bank didapat secara bertahap. [mel]
Pemerintah Rayu Pengusaha Batubara Bangun PLTU Mulut Tambang
Pemerintah Rayu Pengusaha Batubara Bangun PLTU Mulut Tambang
Albi Wahyudi
Dirjen Minerba, KESDM, Thamrin Sihite
JAKARTA, Jaringnews.com - Guna merealisasikan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Mulut Tambang, maka pemerintah mengajak pelaku usaha Batubara untuk terjun berinvestasi di PLTU.
Dirjen Minerba, Kementerian ESDM, Thamrin Sihite mengatakan, pihaknya akan memberikan insentif bagi pelaku usaha yang bisa terjun di PLTU. Insentif yang diberikan tersebut berupa feed in tariff.
"Ini salah satu langkah pemerintah demi merealisasikan PLTU Mulut Tambang, apalagi pelaku usaha batubara dapat memasok batubara ke PLTU itu," ujar Thamrin di Jakarta, Kamis (12/9).
Thamrin menjelaskan, feed in tariff yang diberikan pemerintah sekitar US$ 0,05 hingga US$ 0,07 per kilo watt hours (kwh). Jadi penetapan harga jual tersebut bisa mempercepat proses penjanjian jual beli listrik antara pengelola PLTU mulut tambang dan PT PLN (Persero).
Disamping itu, pemerintah juga akan memberikan insentif bagi pemegang izin usaha pertambangan (IUP) yang memasok batubara ke PLTU mulut tambang. Insentif yang ditawarkan menggunakan formula harga produksi ditambah dengan margin sebesar 25%.
(Alb / Deb)
Krisis, Sumatera Perlu Pembangkit Listrik Lagi
Oleh: Ranto Rajagukguk
ekonomi - Selasa, 10 September 2013 | 17:43 WIB
INILAH.COM, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM), Jero Wacik berharap dapat membangun pembangkit listrik
baru sehingga mengakomodasi kebutuhan masyarakat di Sumatera.
Menurut Wacik dengan adanya krisis listrik yang melanda beberapa daerah di Sumatera, ada dua kemungkinan yang terjadi dalam situasi tersebut. Pertama adalah gangguan teknis seperti tersambar petir itu bisa langsung diperbaiki. Ada pun hal teknis lainnya adalah pemadaman. "Biasanya lima menit kemudian Dirut PT PLN kirim pesang singkat (SMS) ke saya," kata Wacik di Jakarta, Selasa (10/9/2013).
Ada pun masalah kedua adalah mengenai kebutuhan atau konsumsi listrik yang terus mengalami peningkatan. Menurut Wacik seiring pertumbuhan ekonomi nasional industri semakin maju, dan konsumsi melebihi pasokan. "Industri maju, masyarakat nambah Air Conditioner (AC), nambah lemari pendingin (kulkas), dan adanya pelanggan rumah tangga baru," tutur Wacik.
Wacik menambahkan banyak cara agar pembangkit listrik untuk dapat dihasilkan pasokan listrik. Apalagi Indonesia memiliki cadangan sumber energi yang besar dari energi baru terbarukan, salah satunya panas bumi (geothermal).
"Nah dengan adanya potensi ini kami harapkan jangan dipersulit. Ini juga untuk meningkatkan rasio elektifikasi nasional," kata Wacik. [hid]
Menurut Wacik dengan adanya krisis listrik yang melanda beberapa daerah di Sumatera, ada dua kemungkinan yang terjadi dalam situasi tersebut. Pertama adalah gangguan teknis seperti tersambar petir itu bisa langsung diperbaiki. Ada pun hal teknis lainnya adalah pemadaman. "Biasanya lima menit kemudian Dirut PT PLN kirim pesang singkat (SMS) ke saya," kata Wacik di Jakarta, Selasa (10/9/2013).
Ada pun masalah kedua adalah mengenai kebutuhan atau konsumsi listrik yang terus mengalami peningkatan. Menurut Wacik seiring pertumbuhan ekonomi nasional industri semakin maju, dan konsumsi melebihi pasokan. "Industri maju, masyarakat nambah Air Conditioner (AC), nambah lemari pendingin (kulkas), dan adanya pelanggan rumah tangga baru," tutur Wacik.
Wacik menambahkan banyak cara agar pembangkit listrik untuk dapat dihasilkan pasokan listrik. Apalagi Indonesia memiliki cadangan sumber energi yang besar dari energi baru terbarukan, salah satunya panas bumi (geothermal).
"Nah dengan adanya potensi ini kami harapkan jangan dipersulit. Ini juga untuk meningkatkan rasio elektifikasi nasional," kata Wacik. [hid]
Kontroversi BK Batu Bara
Kontroversi BK Batu Bara
Jumat, 13 September 2013 | 08:19
Kalangan pelaku industri batu bara sedang galau. Mereka
tengah cemas menunggu rencana pemerintah menaikkan besaran royalti dan
mengenakan bea keluar (BK) terhadap komoditas batu bara. Kebijakan yang
akan dieksekusi tahun depan tersebut bertujuan untuk menambah penerimaan
negara, mendorong industri bernilai tambah batu bara, serta menjamin
pasokan batu bara di dalam negeri.
Saat ini, royalti batubara ditetapkan sebesar 6,5 persen untuk kelompok pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dan 13,5 persen untuk perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B). Rencananya, besaran royalti untuk IUP akan dinaikkan, sehingga tidak terlalu jauh berbeda dengan PKP2B. Sedangkan untuk pengenaan BK, pemerintah belum menetapkan mekanisme dan besarannya. Beleid untuk kebijakan tersebut tengah digodok.
Keruan saja pengusaha batu bara kelimpungan. Betapa tidak, saat ini industri batu bara di Tanah Air sedang dirundung masalah, terkait harga ekspor yang anjlok. Harga batu bara yang pernah mencapai di atas US$ 120 per ton, saat ini hanya tinggal sekitar US$ 70-an per ton. Perlambatan ekonomi global, khususnya Tiongkok dan India, selaku konsumen penting batu bara Indonesia, membuat permintaan batu bara melemah. Padahal, lebih dari 80 persen produksi batu bara nasional dijual ke pasar ekspor.
Tanpa kenaikan royalti dan pengenaan bea keluar pun, saat ini banyak perusahaan batu bara yang gulung tikar alias menghentikan produksi. Harga yang anjlok membuat sebagian perusahaan, khususnya skala kecil, tak sanggup menutup biaya operasional.
Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) juga mengingatkan pemerintah bahwa rencana kenaikan royalti dan pengenaan BK bisa berdampak negatif. Yang paling utama adalah potensi maraknya penambangan batu bara ilegal (illegal mining). Dalam kondisi harga yang rendah, kenaikan royalti dan pengenaan BK justru membuat perusahaan mencari-cari akal untuk menghindarinya.
Maraknya penambangan batu bara ilegal tercermin pada perbedaan data yang signifikan antara Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Data BPS menyebutkan total produksi batu bara nasional pada 2011 sebesar 452 juta ton, sedangkan Kementerian ESDM hanya 397 juta ton, atau ada perbedaan 55 juta ton.
Data batu bara yang tidak terverifikasi tersebut membuat negara berpotensi kehilangan penerimaan sekitar Rp 3,4-5,5 triliun. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan menyebut kerugian negara di sektor batu bara mencapai Rp 7 triliun. Artinya, apabila kenaikan royalti dan pengenaan BK jadi diberlakukan tahun depan, boleh jadi potensi kehilangan penerimaan negara mencapai puluhan triliun rupiah.
Itulah sebabnya, pemerintah perlu mengkaji ulang rencana penaikan besaran royalti dan pengenaan BK. Dalam kondisi harga yang terpuruk, kebijakan ini bakal semakin membuat banyak perusahaan batu bara kolaps.
Salah satu filosofi pengenaan bea keluar adalah untuk menjaga pasokan dalam negeri. Padahal, untuk batu bara, sudah ada kebijakan berupa domestic market obligation (DMO). Lagi pula, kebutuhan domestik saat ini tak sampai 20 persen dari produksi nasional, sehingga pasokan pasti akan terjamin.
Perlu diingat bahwa ekspor batu bara memberikan kontribusi devisa senilai US$ 26,4 miliar tahun lalu. Batu bara merupakan benteng utama penyelamat defisit neraca perdagangan yang kini menjadi persoalan ekonomi terbesar negeri ini. Bila tidak ada peran ekspor komoditas, terutama batu bara, defisit perdagangan tentu akan lebih berdarah-darah.
Kita setuju bahwa Indonesia harus mendorong hilirisasi, tak terkecuali di sektor pertambangan, termasuk batu bara. Sebab, ekspor bahan mentah sangat sensitif terhadap perubahan harga. Dengan hilirisasi, produk yang dihasilkan adalah barang bernilai tambah dengan harga yang bisa berlipat-lipat bila dibanding barang mentah. Namun, kondisi saat ini kurang tepat jika industri batu bara dikenai tambahan beban dengan kenaikan royalti dan pengenaan BK.
Terlebih lagi, sektor batu bara memberi kontribusi ke negara sekitar Rp 50 triliun setiap tahun dalam bentuk royalti dan berbagai jenis pajak. Industri batu bara menjadi tempat bergantung satu juta pekerja, dan telah menyalurkan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) senilai Rp 2 triliun.
Jangan sampai hanya demi mengejar tambahan penerimaan negara Rp 2-3 triliun dengan kenaikan royalti dan pengenaan BK, neraca perdagangan semakin terancam. Kita tahu, defisit neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan adalah persoalan paling serius yang menuntut penanganan segera, karena memicu pelemahan nilai tukar rupiah.
Saat ini, royalti batubara ditetapkan sebesar 6,5 persen untuk kelompok pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dan 13,5 persen untuk perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B). Rencananya, besaran royalti untuk IUP akan dinaikkan, sehingga tidak terlalu jauh berbeda dengan PKP2B. Sedangkan untuk pengenaan BK, pemerintah belum menetapkan mekanisme dan besarannya. Beleid untuk kebijakan tersebut tengah digodok.
Keruan saja pengusaha batu bara kelimpungan. Betapa tidak, saat ini industri batu bara di Tanah Air sedang dirundung masalah, terkait harga ekspor yang anjlok. Harga batu bara yang pernah mencapai di atas US$ 120 per ton, saat ini hanya tinggal sekitar US$ 70-an per ton. Perlambatan ekonomi global, khususnya Tiongkok dan India, selaku konsumen penting batu bara Indonesia, membuat permintaan batu bara melemah. Padahal, lebih dari 80 persen produksi batu bara nasional dijual ke pasar ekspor.
Tanpa kenaikan royalti dan pengenaan bea keluar pun, saat ini banyak perusahaan batu bara yang gulung tikar alias menghentikan produksi. Harga yang anjlok membuat sebagian perusahaan, khususnya skala kecil, tak sanggup menutup biaya operasional.
Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) juga mengingatkan pemerintah bahwa rencana kenaikan royalti dan pengenaan BK bisa berdampak negatif. Yang paling utama adalah potensi maraknya penambangan batu bara ilegal (illegal mining). Dalam kondisi harga yang rendah, kenaikan royalti dan pengenaan BK justru membuat perusahaan mencari-cari akal untuk menghindarinya.
Maraknya penambangan batu bara ilegal tercermin pada perbedaan data yang signifikan antara Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Data BPS menyebutkan total produksi batu bara nasional pada 2011 sebesar 452 juta ton, sedangkan Kementerian ESDM hanya 397 juta ton, atau ada perbedaan 55 juta ton.
Data batu bara yang tidak terverifikasi tersebut membuat negara berpotensi kehilangan penerimaan sekitar Rp 3,4-5,5 triliun. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan menyebut kerugian negara di sektor batu bara mencapai Rp 7 triliun. Artinya, apabila kenaikan royalti dan pengenaan BK jadi diberlakukan tahun depan, boleh jadi potensi kehilangan penerimaan negara mencapai puluhan triliun rupiah.
Itulah sebabnya, pemerintah perlu mengkaji ulang rencana penaikan besaran royalti dan pengenaan BK. Dalam kondisi harga yang terpuruk, kebijakan ini bakal semakin membuat banyak perusahaan batu bara kolaps.
Salah satu filosofi pengenaan bea keluar adalah untuk menjaga pasokan dalam negeri. Padahal, untuk batu bara, sudah ada kebijakan berupa domestic market obligation (DMO). Lagi pula, kebutuhan domestik saat ini tak sampai 20 persen dari produksi nasional, sehingga pasokan pasti akan terjamin.
Perlu diingat bahwa ekspor batu bara memberikan kontribusi devisa senilai US$ 26,4 miliar tahun lalu. Batu bara merupakan benteng utama penyelamat defisit neraca perdagangan yang kini menjadi persoalan ekonomi terbesar negeri ini. Bila tidak ada peran ekspor komoditas, terutama batu bara, defisit perdagangan tentu akan lebih berdarah-darah.
Kita setuju bahwa Indonesia harus mendorong hilirisasi, tak terkecuali di sektor pertambangan, termasuk batu bara. Sebab, ekspor bahan mentah sangat sensitif terhadap perubahan harga. Dengan hilirisasi, produk yang dihasilkan adalah barang bernilai tambah dengan harga yang bisa berlipat-lipat bila dibanding barang mentah. Namun, kondisi saat ini kurang tepat jika industri batu bara dikenai tambahan beban dengan kenaikan royalti dan pengenaan BK.
Terlebih lagi, sektor batu bara memberi kontribusi ke negara sekitar Rp 50 triliun setiap tahun dalam bentuk royalti dan berbagai jenis pajak. Industri batu bara menjadi tempat bergantung satu juta pekerja, dan telah menyalurkan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) senilai Rp 2 triliun.
Jangan sampai hanya demi mengejar tambahan penerimaan negara Rp 2-3 triliun dengan kenaikan royalti dan pengenaan BK, neraca perdagangan semakin terancam. Kita tahu, defisit neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan adalah persoalan paling serius yang menuntut penanganan segera, karena memicu pelemahan nilai tukar rupiah.
Kapal pembawa batu bara terbakar di Selat Sunda
Kapal pembawa batu bara terbakar di Selat Sunda
Reporter : Dwi Prasetya
Jumat, 13 September 2013 10:51:34
Kapal Motor MV Pramudita, yang mengangkut batu bara untuk dipasok ke
PLTU Suralaya, terbakar di perairan Selat Sunda, Kamis (12/9) malam.
Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut, namun kerugian di taksir
miliaran rupiah.
Dari informasi yang dihimpun merdeka.com, Jumat (13/9), kejadian bermula saat kapal baru selesai bongkar muat di PT Indonesia Power, dan berada di perairan Salira, Pulo Merak. Diduga mengalami korsleting sehingga menyebabkan timbulnya api dan kepulan asap.
Sebanyak 32 anak buah kapal (ABK) yang ada di atas kapal berhasil diselamatkan menggunakan perahu kecil dengan bantuan warga sekitar.
Wawan, salah saksi mata mengatakan, dirinya melihat kepulan asap di tengah laut yang keluar dari sebuah kapal.
"Melihat kepulan asap tebal dari kapal, nggak lama kemudian terlihat api membesar," kata Wawan.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Bidang Kesyahbandaran Kantor Syahbandar Otoritas Pelabuhan ( KSOP) Kelas I Banten, Thomas Chandra, mengatakan, kapal yang terbakar milik PT Caraka Tirta Pratama. Diduga terjadi korsleting boiler palka lima pada mesin kapal yang menyambar sisa-sisa batu bara di dalam kapal sehingga api cepat menyambar ke badan kapal.
"Keterangan dari ABK kapal, api bermula dari boiler kapal pada palka lima yang diduga mengalami korsleting, kemudian menyambar sisa-sisa batu bara, untuk lebih pastinya akan diselidiki oleh Polair Polda Banten," kata Thomas.
Api baru bisa dipadamkan setelah 6 buah kapal tag boat untuk melakukan pemadaman.
Dari informasi yang dihimpun merdeka.com, Jumat (13/9), kejadian bermula saat kapal baru selesai bongkar muat di PT Indonesia Power, dan berada di perairan Salira, Pulo Merak. Diduga mengalami korsleting sehingga menyebabkan timbulnya api dan kepulan asap.
Sebanyak 32 anak buah kapal (ABK) yang ada di atas kapal berhasil diselamatkan menggunakan perahu kecil dengan bantuan warga sekitar.
Wawan, salah saksi mata mengatakan, dirinya melihat kepulan asap di tengah laut yang keluar dari sebuah kapal.
"Melihat kepulan asap tebal dari kapal, nggak lama kemudian terlihat api membesar," kata Wawan.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Bidang Kesyahbandaran Kantor Syahbandar Otoritas Pelabuhan ( KSOP) Kelas I Banten, Thomas Chandra, mengatakan, kapal yang terbakar milik PT Caraka Tirta Pratama. Diduga terjadi korsleting boiler palka lima pada mesin kapal yang menyambar sisa-sisa batu bara di dalam kapal sehingga api cepat menyambar ke badan kapal.
"Keterangan dari ABK kapal, api bermula dari boiler kapal pada palka lima yang diduga mengalami korsleting, kemudian menyambar sisa-sisa batu bara, untuk lebih pastinya akan diselidiki oleh Polair Polda Banten," kata Thomas.
Api baru bisa dipadamkan setelah 6 buah kapal tag boat untuk melakukan pemadaman.
[lia]
Hingga 2020, Penggunaan Batu Bara Ditargetkan Naik 13%
Hingga 2020, Penggunaan Batu Bara Ditargetkan Naik 13%
Jum'at, 13 September 2013 14:08 wib
Dani Jumadil Akhir - Okezone
Ilustrasi. (Foto: Okezone)
Direktur Jenderal ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman mengungkapkan, Kebutuhan tenaga listrik di Indonesia memang terus mengalami peningkatan. Kebutuhan listrik dari 2009-2012 meningkat secara drastis, dan pada 2013 diproyeksikan sebesar 3.000 megawatt (mw).
"Hal ini berbanding lurus dengan naiknya kilowatt per hours (kwh) per kapita yang pada 2009 sekitar 650 kwh dan meningkat menjadi 856 kWh pada akhir 2012," ungkap Jarman di Jakarta, Jumat (13/9/2013).
Menurut Jarman, energi mix Indonesia saat ini masih tergantung minyak yaitu sebesar 49,7 persen. Namun, ketergantungan ini akan ditekan hingga menjadi 25 persen pada 2025. Peran batu bara dan gas bumi akan ditingkatkan demikian juga dan energi baru terbarukan.
Sementara Domestic Market Obligation (DMO) batu bara dan gas, diharapkan dapat berjalan sesuai dengan apa yang direncanakan. Dengan demikian, dapat memenuhi kebutuhan terutama untuk pembangkit tenaga listrik.
"Bila penggunaan batu bara saat ini baru sekitar 50 persen, diharapkan pada 2020 batu bara dapat menyumbang 63 persen dari bauran energi nasional untuk sub sektor kelistrikan. Pemanfaatan energi setempat juga menjadi salah satu program dalam meningkatkan bauran energi di sektor batu bara dengan membangun PLTU mulut tambang," tukas dia. ()
Tuesday, August 20, 2013
Jalur Khusus Batu Bara Bertambah
12/02/2013 12:27
Palembang
BP - Selain jalan milik PT Servo, akhir maret mendatang jalur
alternatif khusus angkutan batu bara bakal beroperasi. Jalur khusus ini
di bangun hasil kerja sama Pemprov Sumsel dengan pengusaha transportasi.
Kepala
Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumsel Robert Heri, mengatakan,
jalur khusus tersebut dipastikan sudah dapat dilewati akhir maret.
Sebab, pembangunannya hampir selesai seratus persen. Jalur alternatif
ini adalah Jalan Bara Marga Sarana (BMS) yang dibangun oleh empat
perusahaan. Jalan ini memiliki panjang 90 kilometer dengan rute
Kabupaten Lahat Simpang Belimbing - Muara Lematang (Muaraenim).
“Saat
ini, jalur ini tinggal penyelesaian pembangunan di beberapa titik saja.
Kami optimis, akhir maret nanti jalan khusus batu bara akan bertambah.
Jadi, selain jalan milik PT Servo, Jalan BMS sudah bisa dioperasikan,”
ujar Robert, Senin (11/2).
Menurut
Robert, pembangunan Jalan BMS ini tidak sulit karena jalan itu sudah
ada sebelumnya dan tinggal pengerasan saja. Jalan tersebut melewati
jalur perusahaan perkebunan dan pertambangan. Berbeda dengan jalan PT
Servo yang sengaja membuat jalan baru dan melakukan penimbunan di ruas
jalannya, sehingga memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikannya.
Lebih
lanjut Robert Heri mengungkapkan, sejak pemberlakuan Surat Edaran
Gubernur Sumsel tentang pelarangan melintas dijalan umum bagi angkutan
batu bara, pengusaha tranportir dan pertambangan menggenjot pembangunan
jalan sendiri. Dengan adanya jalan alternatif batu bara ini, produksi
Sumber Daya Alam (SDA) terbesar di Sumsel tersebut dapat kembali normal.
“Ke
depan tidak ada lagi keluhan dari masyarakat dan tentunya transportir
batu bara. Prodiksi Batu Bara juga akan meningkat,” katanya.
Sementara
itu, ketua Asosiasi Angkutan Batu Bara Kabupaten Lahat Hudson Arpan,
mengatakan, penerapan aturan pelarangan angkutan batu bara untuk
melintas di jalan umum sangat mempengaruhi jalannya usaha mereka.
Penerapan kebijakan ini secara tidak langsung membuat sekitar 3.500 truk
yang biasa mengangkut batu bara harus di parkir.
Namun,
ia juga mengapresiasi Gubernur Sumsel Ir H Alex Noerdin yang tidak
hanya memberlakukan kebijakan, tetapi juga memberikan solusi dengan
dispensasi penundaan pembayaran leasing truk batu bara.
Tadinya
kami memang kesulitan. Tapi, solusi yang diberikan Bapak Gubernur
banyak membantu kami, tidak terlalu memberatkan dalam keadaan sekarang,”
ujarnya.
Meski
belum beroperasi mengangkut batu bara, sebagian transportir untuk
sementara mencari pekerjaan lain dengan mengangkut komuditi lain yang
secara aturan tidak melanggar hukum dan Perda di Provinsi ini. “Sekarang
tinggal menunggu jalan khusus baik dari PT Servo maupun jalan BMS.
Kalau sudah beroperasi, kami siap kembali mengangkut batubara,”
tegasnya.
Sebelumnya
komisi IV DPRD Sumsel mendesak pengusaha batubara bersama perusahaan
daerah Sumsel membentuk konsorsium dan membuat jalan khusus.
“Dari
hasil rapat, kita akan membentuk Pansus dan akan melakukan kunjungan
jalan khusus ke Kalimantan Selatan, karena Kalimantan Selatan yang
satu-satunya provinsi yang memiliki jalan khusus batubara,” kata Ketua
Komisi IV DPRD Sumsel Edward Jaya.
Menurut
Edward, pihaknya meminta perusahaan daerah untuk mengkoordinir seluruh
pengusaha tambang batubara, membuat jalan khusus. “Kita tidak ingin
seperti jalan Servo. Dia buat satu jalan, dia menampung 30 persen
kendaraan dari luar, 70 persen kemana. Karena itulah kita harapkan 70
persen ini. Kita ingin perusahaan daerah bersama pengusaha batubara
membentuk konsorsium membuat jalan khusus batubara seperti jalan tol,”
kata Edward.
30 pengusaha batubara sumsel hentikan produksi
Produksi Batubara Berhenti
30 pengusaha batubara sumsel hentikan produksi
Oleh Muhammad Yazid, Diemas Kresna Duta - Senin, 28 Januari 2013 | 06:00 WIB
Berita Terkait
JAKARTA. Sebanyak 30 perusahaan pertambangan batubara yang tergabung dalam Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo) di Sumatera Selatan terpaksa menghentikan produksinya lantaran terhambat operasi pengangkutan menuju pelabuhan. Hal itu terjadi lantaran penerapan aturan daerah terkait pelarangan truk pengangkut batubarayang dilarang melintas jalan umum.
Anggawira, Wakil Sekjen Aspebindo mengatakan, sejumlah perusahaan tidak bisa menyuplai produksinya terhitung sejak 1 Januari silam. Menurut perkiraannya, jumlah pasokan batubara yang terhambat keluar dari Sumatera Selatan sebanyak dua juta ton. "Bahkan, ada sebagian perusahaan anggota kami, yang terkena pinalti karena gagal memasok batubara ke konsumennya," kata dia kepada KONTAN, Minggu (27/1).
Menurutnya, harga rata-rata batubara di wilayah Sumatera Selatan mencapai sekitar Rp 100.000 per ton. Biaya angkutan dari areal pertambangan menuju pelabuhan kurang lebih sama dengan biaya produksi. Alhasil, hingga sekarang ini, potensi kerugian yang diderita pengusaha bisa mencapai Rp 400 miliar.
Seperti diketahui, Gubernur Sumsel Alex Noerdin telah mengeluarkan Peraturan Daerah Sumatera Selatan Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam keputusan itu, gubernur melarang truk pengangkut batubara melintas di jalan umum dan mengalihkannya ke jalan milik PT Servo.
Berdasarkan Perda Nomor 5/2011 Pasal 52 menyatakan, kegiatan pengangkutan batubara lintas kabupaten/kota harus melalui jalan khusus yang ditetapkan dalam keputusan gubernur. Kewajiban ini diberlakukan dua tahun sejak peraturan dirilis Pemprov Sumatera Selatan, artinya mulai diterapkan pada 2013 ini.
Menurut Anggawira, perda tersebut ditandatangani oleh Alex Nordin pada 11 Maret 2011 silam. Dengan begitu, seharusnya pelarangan melintas di jalan umum baru berlaku dua bulan ke depan. "Sebenarnya kami siap untuk menaati Perda, tapi kan seharusnya berlaku Maret depan. Kenapa mulai 1 Januari diterapkan?" imbuhnya.
Jalan belum jadi
Selain itu, lanjut Anggawira, kondisi jalan yang disiapkan PT Servo sekitar 115 kilometer (km) juga tidak memuaskan kalangan pengusaha. Pasalnya, di beberapa titik di jalan tersebut tidak bisa dilalui karena terendam banjir hingga mencapai dua meter, dan masih terdapat jembatan yang belum rampung dibangun.
Bahkan, sebagian besar jalanan tersebut tidak beraspal dan hanya berlapiskan tanah keras yang berdebu. "Jalan PT Servo tidak mungkin bisa dilewati, dan kalau lewat jalan umum akan berhadapan dengan petugas kepolisian. Karena itu, kami lebih memilih menghentikan produksi dan pengangkutan," ujarnya.
Dia menambahkan, saat ini pihaknya tengah berupaya dengan mengadukan persoalan ini ke Kementerian Dalam Negeri. Aspebindo menuntut pemerintah pusat tanggap untuk menyelesaikan masalah ini, yakni dengan mencabut Perda Nomor 5/2011 karena jelas-jelas mengganggu iklim investasi dan usaha pertambangan batubara.
Joko Pramono, Sekretaris Perusahaan PT Bukit Asam Tbk mengatakan, sejauh ini produksi perusahaannya tidak terganggu dengan penerapan Perda Nomor 5/2011. Sebab, sudah sejak lama perusahaannya menggunakan fasilitas pengangkutan batubara dengan kereta api. "Produksi kami masih tetap stabil dan tidak terganggu pelarangan pengangkutan itu," kata dia.
Boks
Pengusaha batubara menyatakan mereka keberatan atas rencana pemerintah untuk menaikan tarif pinjam pakai kawasan hutan sebesar 33%. Alasannya, kebijakan tersebut jelas akan menambah beban mereka.
Seperti diketahui, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan berencana untuk menaikan tarif sewa hutan yang masuk dalam wilayah kerja pertambangan, dari sebelumnya Rp 3 juta per hektare (ha) menjadi Rp 4 juta per ha.
Kini aturan kenaikan tersebut, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2008 tentang Penggunaan Kawasan Hutan sedang direvisi. Atas rencana tersebut, pengusaha batubara meradang. "Boleh naik asal jangan 33%. Kalau di kisaran 10% sih kami masih bisa menoleransi," kata Supriatna Suhala, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI).
Dia bilang, kenaikan itu adalah pukulan baru bagi pengusaha di tengah anjloknya harga batubara. "Biaya operasional bisa naik dan margin bisa turun," kata dia. Belum diperoleh tanggapan Menteri Zulkifli Hasan atas keberatan tersebut.
Potensi Batubara Sumut Tunggu Sentuhan Investor
Harian Medan Bisnis
Diakuinya, untuk pemanfaatan potensi batubara yang dikembangkan investor juga tidak dapat diketahui karena izin pertambangan ada di daerah masing-masing.
"Laporan kita belum ada investor dan nilai investasi yang masuk untuk melakukan pengeboran batubara. Kami masih mengetahui wilayah potensi batubara sedangkan volumenya sama sekali belum terdata," ucapnya.
Dijelaskan Zubaidi, sebelum memanfaatkan tambang batubara yang ada pihaknya juga harus melakukan pengeboran terlebih dahulu untuk mengetahui kedalaman tambang. Setelah itu melakukan beberapa tahap yakni survei pendahuluan, eksplorasi dan studi kelayakan.
"Jika ditemukan tambang tersebut tidak layak dilakukan pengembangan karena potensi hasil batubara yang kecil, ya tidak jadi ditambang," ucapnya.
Informasi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan mendorong peningkatan eksplorasi dan eksploitasi batubara di Pulau Sumatera karena wilayah tersebut memiliki cadangan yang jauh lebih besar. Namun eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan di wilayah tersebut masih kalah dibanding wilayah Kalimantan.
Berdasarkan data potensi tambang batubara sebesar 161 miliar ton di Indonesia, 53% berada di Pulau Sumatera dan hanya 47 % berada di Pulau Kalimantan. Namun saat ini 92 % eksplorasi dan eksploitasi batubara ada di Kalimantan, sedangkan di Sumatera hanya 8%.
Badan Geologi, Kementerian ESDM mencatat potensi sumber daya batubara sebesar 161 miliar ton, sebanyak 120 miliar ton berupa tambang terbuka, sedangkan 41 miliar ton lain berada di dalam tanah. Dari jumlah itu, total cadangan batu bara yang bisa segera dieksploitasi mencapai 28 miliar ton.
Pengamat Ekonomi Sumut, M Ishak mengatakan, memang potensi batubara di Sumut cukup banyak namun belum dikembangkan karena selain butuh permodalan yang besar juga dapat merusak lingkungan.
"Mengeksplorasi batubara ini dapat merusak lingkungan, makanya belum ada yang mengembangkan. Jika pun bisa dikelola harus menggunakan teknologi canggih tapi memerlukan biaya investasi besar," ucapnya.
Kondisi ini, lanjut Ishak, membuat investor enggan mengembangkan batubara di Sumut. Pemerintah setempat pun lebih memilih mengeksplorasi sumber daya alam lain yang memang dibutuhkan namun tidak banyak memerlukan biaya investasi.(yuni naibaho)
Kamis, 07 Mar 2013 07:16 WIB
Potensi Batubara Sumut Tunggu Sentuhan Investor
MedanBisnis – Medan. Sumber
daya alam batubara di Provinsi Sumatera Utara (Pemrovsu) hingga saat ini
belum dimanfaatkan meski batubara bisa menjadi salah satu bahan bakar
pembangkit listrik. Potensi batu bara yang terdapat di tiga wilayah
yakni Nias, Mandailing Natal (Madina) dan Labura masih menunggu
kedatangan investor untuk dikembangkan.
Kabid Pertambangan Dinas Pertambangan
dan Energi (Distamben) Sumut, Zubaidi mengatakan, saat ini masih
melakukan eksplorasi mengenai kelayakan dan potensi tambang batubara di
Madina dan Labura. Meski untuk potensi batubara di kedua wilayah itu
belum diketahui dengan waktu yang tidak terbatas. "Sedangkan di Nias,
belum dapat dilakukan karena terhambat pada kawasan hutan lindung,"
ujarnya kepada wartawan, Rabu (6/3) di Medan.Diakuinya, untuk pemanfaatan potensi batubara yang dikembangkan investor juga tidak dapat diketahui karena izin pertambangan ada di daerah masing-masing.
"Laporan kita belum ada investor dan nilai investasi yang masuk untuk melakukan pengeboran batubara. Kami masih mengetahui wilayah potensi batubara sedangkan volumenya sama sekali belum terdata," ucapnya.
Dijelaskan Zubaidi, sebelum memanfaatkan tambang batubara yang ada pihaknya juga harus melakukan pengeboran terlebih dahulu untuk mengetahui kedalaman tambang. Setelah itu melakukan beberapa tahap yakni survei pendahuluan, eksplorasi dan studi kelayakan.
"Jika ditemukan tambang tersebut tidak layak dilakukan pengembangan karena potensi hasil batubara yang kecil, ya tidak jadi ditambang," ucapnya.
Informasi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan mendorong peningkatan eksplorasi dan eksploitasi batubara di Pulau Sumatera karena wilayah tersebut memiliki cadangan yang jauh lebih besar. Namun eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan di wilayah tersebut masih kalah dibanding wilayah Kalimantan.
Berdasarkan data potensi tambang batubara sebesar 161 miliar ton di Indonesia, 53% berada di Pulau Sumatera dan hanya 47 % berada di Pulau Kalimantan. Namun saat ini 92 % eksplorasi dan eksploitasi batubara ada di Kalimantan, sedangkan di Sumatera hanya 8%.
Badan Geologi, Kementerian ESDM mencatat potensi sumber daya batubara sebesar 161 miliar ton, sebanyak 120 miliar ton berupa tambang terbuka, sedangkan 41 miliar ton lain berada di dalam tanah. Dari jumlah itu, total cadangan batu bara yang bisa segera dieksploitasi mencapai 28 miliar ton.
Pengamat Ekonomi Sumut, M Ishak mengatakan, memang potensi batubara di Sumut cukup banyak namun belum dikembangkan karena selain butuh permodalan yang besar juga dapat merusak lingkungan.
"Mengeksplorasi batubara ini dapat merusak lingkungan, makanya belum ada yang mengembangkan. Jika pun bisa dikelola harus menggunakan teknologi canggih tapi memerlukan biaya investasi besar," ucapnya.
Kondisi ini, lanjut Ishak, membuat investor enggan mengembangkan batubara di Sumut. Pemerintah setempat pun lebih memilih mengeksplorasi sumber daya alam lain yang memang dibutuhkan namun tidak banyak memerlukan biaya investasi.(yuni naibaho)
Kementerian ESDM Dorong Pertambangan Batubara di Sumatera
Kementerian ESDM Dorong Pertambangan Batubara di Sumatera
Minggu, 13 Januari 2013, 20:56 WIB
Komentar : 0
Antara
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) mengakui penambangan batu bara di Pulau Kalimantan
sangat berlebihan.
Untuk itu Kementerian ESDM bakal mendorong peningkatan eksplorasi dan eksploitasi batu bara di Pulau Sumatera untuk bisa menggenjot produksi pada tahun-tahun mendatang. "Wilayah Sumatera memiliki cadangan yang jauh lebih besar, namun eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan di wilayah tersebut masih kalah dibanding wilayah Kalimantan," kata Kepala Badan Geologi, Kementerian ESDM R Sukhyar di Jakarta, Ahad (13/1).
Sukhyar menjelaskan saat ini distribusi pertambangan batu bara di Indonesia mengalami ketimpangan. Dari potensi tambang batubara sebesar 161 miliar ton di Indonesia, 53 persen berada di Pulau Sumatera dan hanya 47 persen berada di Pulau Kalimantan.
"Namun saat ini 92 persen eksplorasi dan eksploitasi batubara ada di Kalimantan, sedangkan di Sumatera hanya 8 persen,” kata Sukhyar mengungkapkan.
Badan Geologi, Kementerian ESDM mencatat potensi sumber daya batu bara sebesar 161 miliar ton, sebanyak 120 miliar ton berupa tambang terbuka, sedangkan 41 miliar ton lain berada di dalam tanah. Dari jumlah itu, total cadangan batu bara yang bisa segera dieksploitasi mencapai 28 miliar ton.
Ketimpangan itu terjadi karena wilayah Kalimantan menawarkan infrastruktur yang lebih baik dibanding dengan Sumatera, kata Sukhyar.
Selain itu, Kalimantan juga memiliki sungai-sungai yang besar yang bisa digunakan untuk sarana transportasi batu bara, sedangkan wilayah Sumatera sebagian besar hanya memiliki sungai-sungai kecil.
Faktor lainnya adalah tambang batu bara di Sumatera, sering mengalami persinggungan atau 'overlapping' dengan perkebunan dan hutan suaka alam. "Sehingga minat pengusaha untuk berinvestasi di Sumatera sedikit berkurang," srbut dia.
Karenanya pemerintah sedang membangun transportasi batu bara di wilayah Sumatera.
Lebih jauh Sukhyar menjelaskan, ada enam proyek kereta api batu bara yang saat ini sedang dikerjakan. Proyek-proyek itu antara lain, kereta api batu bara di Tanjung Carat yang dikerjakan PT Adani Sumsel, proyek kereta api batu bara yang menghubungkan Lahat-Muara Lematang-Tanjung Lago yang saat ini sudah memasuki tahap finishing dan dikerjakan PT Servo Lintas Raya.
Juga ada proyek kereta api batubara Tanjung Enim-Baturaja-Srengsem Lampung yang saat ini masih dalam tahap studi dan dikerjakan PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan proyek kereta api batu bara Musi Rawas-Tanjung Api-Api yang dikerjakan PT Reliance India.
Tingkat produksi dan ekspor batu bara di Indonesia terlalu cepat dibandingkan dengan konsumsi domestik. Karena itu pihaknya mendukung upaya pembatasan ekspor batubara yang saat ini dilakukan Pemerintah Indonesia.
"Saat ini hanya sedang tidak bagus. Saya yakin akan kembali menguat dengan segera, karena harga komoditas energi biasanya cepat pulih," katanya mengakhiri.
Untuk itu Kementerian ESDM bakal mendorong peningkatan eksplorasi dan eksploitasi batu bara di Pulau Sumatera untuk bisa menggenjot produksi pada tahun-tahun mendatang. "Wilayah Sumatera memiliki cadangan yang jauh lebih besar, namun eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan di wilayah tersebut masih kalah dibanding wilayah Kalimantan," kata Kepala Badan Geologi, Kementerian ESDM R Sukhyar di Jakarta, Ahad (13/1).
Sukhyar menjelaskan saat ini distribusi pertambangan batu bara di Indonesia mengalami ketimpangan. Dari potensi tambang batubara sebesar 161 miliar ton di Indonesia, 53 persen berada di Pulau Sumatera dan hanya 47 persen berada di Pulau Kalimantan.
"Namun saat ini 92 persen eksplorasi dan eksploitasi batubara ada di Kalimantan, sedangkan di Sumatera hanya 8 persen,” kata Sukhyar mengungkapkan.
Badan Geologi, Kementerian ESDM mencatat potensi sumber daya batu bara sebesar 161 miliar ton, sebanyak 120 miliar ton berupa tambang terbuka, sedangkan 41 miliar ton lain berada di dalam tanah. Dari jumlah itu, total cadangan batu bara yang bisa segera dieksploitasi mencapai 28 miliar ton.
Ketimpangan itu terjadi karena wilayah Kalimantan menawarkan infrastruktur yang lebih baik dibanding dengan Sumatera, kata Sukhyar.
Selain itu, Kalimantan juga memiliki sungai-sungai yang besar yang bisa digunakan untuk sarana transportasi batu bara, sedangkan wilayah Sumatera sebagian besar hanya memiliki sungai-sungai kecil.
Faktor lainnya adalah tambang batu bara di Sumatera, sering mengalami persinggungan atau 'overlapping' dengan perkebunan dan hutan suaka alam. "Sehingga minat pengusaha untuk berinvestasi di Sumatera sedikit berkurang," srbut dia.
Karenanya pemerintah sedang membangun transportasi batu bara di wilayah Sumatera.
Lebih jauh Sukhyar menjelaskan, ada enam proyek kereta api batu bara yang saat ini sedang dikerjakan. Proyek-proyek itu antara lain, kereta api batu bara di Tanjung Carat yang dikerjakan PT Adani Sumsel, proyek kereta api batu bara yang menghubungkan Lahat-Muara Lematang-Tanjung Lago yang saat ini sudah memasuki tahap finishing dan dikerjakan PT Servo Lintas Raya.
Juga ada proyek kereta api batubara Tanjung Enim-Baturaja-Srengsem Lampung yang saat ini masih dalam tahap studi dan dikerjakan PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan proyek kereta api batu bara Musi Rawas-Tanjung Api-Api yang dikerjakan PT Reliance India.
Tingkat produksi dan ekspor batu bara di Indonesia terlalu cepat dibandingkan dengan konsumsi domestik. Karena itu pihaknya mendukung upaya pembatasan ekspor batubara yang saat ini dilakukan Pemerintah Indonesia.
"Saat ini hanya sedang tidak bagus. Saya yakin akan kembali menguat dengan segera, karena harga komoditas energi biasanya cepat pulih," katanya mengakhiri.
Kementerian ESDM Dorong Pertambangan Batubara di Sumatera
Kementerian ESDM Dorong Pertambangan Batubara di Sumatera
Minggu, 13 Januari 2013, 20:56 WIB
Komentar : 0
Antara
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) mengakui penambangan batu bara di Pulau Kalimantan
sangat berlebihan.
Untuk itu Kementerian ESDM bakal mendorong peningkatan eksplorasi dan eksploitasi batu bara di Pulau Sumatera untuk bisa menggenjot produksi pada tahun-tahun mendatang. "Wilayah Sumatera memiliki cadangan yang jauh lebih besar, namun eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan di wilayah tersebut masih kalah dibanding wilayah Kalimantan," kata Kepala Badan Geologi, Kementerian ESDM R Sukhyar di Jakarta, Ahad (13/1).
Sukhyar menjelaskan saat ini distribusi pertambangan batu bara di Indonesia mengalami ketimpangan. Dari potensi tambang batubara sebesar 161 miliar ton di Indonesia, 53 persen berada di Pulau Sumatera dan hanya 47 persen berada di Pulau Kalimantan.
"Namun saat ini 92 persen eksplorasi dan eksploitasi batubara ada di Kalimantan, sedangkan di Sumatera hanya 8 persen,” kata Sukhyar mengungkapkan.
Badan Geologi, Kementerian ESDM mencatat potensi sumber daya batu bara sebesar 161 miliar ton, sebanyak 120 miliar ton berupa tambang terbuka, sedangkan 41 miliar ton lain berada di dalam tanah. Dari jumlah itu, total cadangan batu bara yang bisa segera dieksploitasi mencapai 28 miliar ton.
Ketimpangan itu terjadi karena wilayah Kalimantan menawarkan infrastruktur yang lebih baik dibanding dengan Sumatera, kata Sukhyar.
Selain itu, Kalimantan juga memiliki sungai-sungai yang besar yang bisa digunakan untuk sarana transportasi batu bara, sedangkan wilayah Sumatera sebagian besar hanya memiliki sungai-sungai kecil.
Faktor lainnya adalah tambang batu bara di Sumatera, sering mengalami persinggungan atau 'overlapping' dengan perkebunan dan hutan suaka alam. "Sehingga minat pengusaha untuk berinvestasi di Sumatera sedikit berkurang," srbut dia.
Karenanya pemerintah sedang membangun transportasi batu bara di wilayah Sumatera.
Lebih jauh Sukhyar menjelaskan, ada enam proyek kereta api batu bara yang saat ini sedang dikerjakan. Proyek-proyek itu antara lain, kereta api batu bara di Tanjung Carat yang dikerjakan PT Adani Sumsel, proyek kereta api batu bara yang menghubungkan Lahat-Muara Lematang-Tanjung Lago yang saat ini sudah memasuki tahap finishing dan dikerjakan PT Servo Lintas Raya.
Juga ada proyek kereta api batubara Tanjung Enim-Baturaja-Srengsem Lampung yang saat ini masih dalam tahap studi dan dikerjakan PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan proyek kereta api batu bara Musi Rawas-Tanjung Api-Api yang dikerjakan PT Reliance India.
Tingkat produksi dan ekspor batu bara di Indonesia terlalu cepat dibandingkan dengan konsumsi domestik. Karena itu pihaknya mendukung upaya pembatasan ekspor batubara yang saat ini dilakukan Pemerintah Indonesia.
"Saat ini hanya sedang tidak bagus. Saya yakin akan kembali menguat dengan segera, karena harga komoditas energi biasanya cepat pulih," katanya mengakhiri.
Untuk itu Kementerian ESDM bakal mendorong peningkatan eksplorasi dan eksploitasi batu bara di Pulau Sumatera untuk bisa menggenjot produksi pada tahun-tahun mendatang. "Wilayah Sumatera memiliki cadangan yang jauh lebih besar, namun eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan di wilayah tersebut masih kalah dibanding wilayah Kalimantan," kata Kepala Badan Geologi, Kementerian ESDM R Sukhyar di Jakarta, Ahad (13/1).
Sukhyar menjelaskan saat ini distribusi pertambangan batu bara di Indonesia mengalami ketimpangan. Dari potensi tambang batubara sebesar 161 miliar ton di Indonesia, 53 persen berada di Pulau Sumatera dan hanya 47 persen berada di Pulau Kalimantan.
"Namun saat ini 92 persen eksplorasi dan eksploitasi batubara ada di Kalimantan, sedangkan di Sumatera hanya 8 persen,” kata Sukhyar mengungkapkan.
Badan Geologi, Kementerian ESDM mencatat potensi sumber daya batu bara sebesar 161 miliar ton, sebanyak 120 miliar ton berupa tambang terbuka, sedangkan 41 miliar ton lain berada di dalam tanah. Dari jumlah itu, total cadangan batu bara yang bisa segera dieksploitasi mencapai 28 miliar ton.
Ketimpangan itu terjadi karena wilayah Kalimantan menawarkan infrastruktur yang lebih baik dibanding dengan Sumatera, kata Sukhyar.
Selain itu, Kalimantan juga memiliki sungai-sungai yang besar yang bisa digunakan untuk sarana transportasi batu bara, sedangkan wilayah Sumatera sebagian besar hanya memiliki sungai-sungai kecil.
Faktor lainnya adalah tambang batu bara di Sumatera, sering mengalami persinggungan atau 'overlapping' dengan perkebunan dan hutan suaka alam. "Sehingga minat pengusaha untuk berinvestasi di Sumatera sedikit berkurang," srbut dia.
Karenanya pemerintah sedang membangun transportasi batu bara di wilayah Sumatera.
Lebih jauh Sukhyar menjelaskan, ada enam proyek kereta api batu bara yang saat ini sedang dikerjakan. Proyek-proyek itu antara lain, kereta api batu bara di Tanjung Carat yang dikerjakan PT Adani Sumsel, proyek kereta api batu bara yang menghubungkan Lahat-Muara Lematang-Tanjung Lago yang saat ini sudah memasuki tahap finishing dan dikerjakan PT Servo Lintas Raya.
Juga ada proyek kereta api batubara Tanjung Enim-Baturaja-Srengsem Lampung yang saat ini masih dalam tahap studi dan dikerjakan PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan proyek kereta api batu bara Musi Rawas-Tanjung Api-Api yang dikerjakan PT Reliance India.
Tingkat produksi dan ekspor batu bara di Indonesia terlalu cepat dibandingkan dengan konsumsi domestik. Karena itu pihaknya mendukung upaya pembatasan ekspor batubara yang saat ini dilakukan Pemerintah Indonesia.
"Saat ini hanya sedang tidak bagus. Saya yakin akan kembali menguat dengan segera, karena harga komoditas energi biasanya cepat pulih," katanya mengakhiri.
Kementerian ESDM Dorong Pertambangan Batubara di Sumatera
Kementerian ESDM Dorong Pertambangan Batubara di Sumatera
Minggu, 13 Januari 2013, 20:56 WIB
Komentar : 0
Antara
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) mengakui penambangan batu bara di Pulau Kalimantan
sangat berlebihan.
Untuk itu Kementerian ESDM bakal mendorong peningkatan eksplorasi dan eksploitasi batu bara di Pulau Sumatera untuk bisa menggenjot produksi pada tahun-tahun mendatang. "Wilayah Sumatera memiliki cadangan yang jauh lebih besar, namun eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan di wilayah tersebut masih kalah dibanding wilayah Kalimantan," kata Kepala Badan Geologi, Kementerian ESDM R Sukhyar di Jakarta, Ahad (13/1).
Sukhyar menjelaskan saat ini distribusi pertambangan batu bara di Indonesia mengalami ketimpangan. Dari potensi tambang batubara sebesar 161 miliar ton di Indonesia, 53 persen berada di Pulau Sumatera dan hanya 47 persen berada di Pulau Kalimantan.
"Namun saat ini 92 persen eksplorasi dan eksploitasi batubara ada di Kalimantan, sedangkan di Sumatera hanya 8 persen,” kata Sukhyar mengungkapkan.
Badan Geologi, Kementerian ESDM mencatat potensi sumber daya batu bara sebesar 161 miliar ton, sebanyak 120 miliar ton berupa tambang terbuka, sedangkan 41 miliar ton lain berada di dalam tanah. Dari jumlah itu, total cadangan batu bara yang bisa segera dieksploitasi mencapai 28 miliar ton.
Ketimpangan itu terjadi karena wilayah Kalimantan menawarkan infrastruktur yang lebih baik dibanding dengan Sumatera, kata Sukhyar.
Selain itu, Kalimantan juga memiliki sungai-sungai yang besar yang bisa digunakan untuk sarana transportasi batu bara, sedangkan wilayah Sumatera sebagian besar hanya memiliki sungai-sungai kecil.
Faktor lainnya adalah tambang batu bara di Sumatera, sering mengalami persinggungan atau 'overlapping' dengan perkebunan dan hutan suaka alam. "Sehingga minat pengusaha untuk berinvestasi di Sumatera sedikit berkurang," srbut dia.
Karenanya pemerintah sedang membangun transportasi batu bara di wilayah Sumatera.
Lebih jauh Sukhyar menjelaskan, ada enam proyek kereta api batu bara yang saat ini sedang dikerjakan. Proyek-proyek itu antara lain, kereta api batu bara di Tanjung Carat yang dikerjakan PT Adani Sumsel, proyek kereta api batu bara yang menghubungkan Lahat-Muara Lematang-Tanjung Lago yang saat ini sudah memasuki tahap finishing dan dikerjakan PT Servo Lintas Raya.
Juga ada proyek kereta api batubara Tanjung Enim-Baturaja-Srengsem Lampung yang saat ini masih dalam tahap studi dan dikerjakan PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan proyek kereta api batu bara Musi Rawas-Tanjung Api-Api yang dikerjakan PT Reliance India.
Tingkat produksi dan ekspor batu bara di Indonesia terlalu cepat dibandingkan dengan konsumsi domestik. Karena itu pihaknya mendukung upaya pembatasan ekspor batubara yang saat ini dilakukan Pemerintah Indonesia.
"Saat ini hanya sedang tidak bagus. Saya yakin akan kembali menguat dengan segera, karena harga komoditas energi biasanya cepat pulih," katanya mengakhiri.
Untuk itu Kementerian ESDM bakal mendorong peningkatan eksplorasi dan eksploitasi batu bara di Pulau Sumatera untuk bisa menggenjot produksi pada tahun-tahun mendatang. "Wilayah Sumatera memiliki cadangan yang jauh lebih besar, namun eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan di wilayah tersebut masih kalah dibanding wilayah Kalimantan," kata Kepala Badan Geologi, Kementerian ESDM R Sukhyar di Jakarta, Ahad (13/1).
Sukhyar menjelaskan saat ini distribusi pertambangan batu bara di Indonesia mengalami ketimpangan. Dari potensi tambang batubara sebesar 161 miliar ton di Indonesia, 53 persen berada di Pulau Sumatera dan hanya 47 persen berada di Pulau Kalimantan.
"Namun saat ini 92 persen eksplorasi dan eksploitasi batubara ada di Kalimantan, sedangkan di Sumatera hanya 8 persen,” kata Sukhyar mengungkapkan.
Badan Geologi, Kementerian ESDM mencatat potensi sumber daya batu bara sebesar 161 miliar ton, sebanyak 120 miliar ton berupa tambang terbuka, sedangkan 41 miliar ton lain berada di dalam tanah. Dari jumlah itu, total cadangan batu bara yang bisa segera dieksploitasi mencapai 28 miliar ton.
Ketimpangan itu terjadi karena wilayah Kalimantan menawarkan infrastruktur yang lebih baik dibanding dengan Sumatera, kata Sukhyar.
Selain itu, Kalimantan juga memiliki sungai-sungai yang besar yang bisa digunakan untuk sarana transportasi batu bara, sedangkan wilayah Sumatera sebagian besar hanya memiliki sungai-sungai kecil.
Faktor lainnya adalah tambang batu bara di Sumatera, sering mengalami persinggungan atau 'overlapping' dengan perkebunan dan hutan suaka alam. "Sehingga minat pengusaha untuk berinvestasi di Sumatera sedikit berkurang," srbut dia.
Karenanya pemerintah sedang membangun transportasi batu bara di wilayah Sumatera.
Lebih jauh Sukhyar menjelaskan, ada enam proyek kereta api batu bara yang saat ini sedang dikerjakan. Proyek-proyek itu antara lain, kereta api batu bara di Tanjung Carat yang dikerjakan PT Adani Sumsel, proyek kereta api batu bara yang menghubungkan Lahat-Muara Lematang-Tanjung Lago yang saat ini sudah memasuki tahap finishing dan dikerjakan PT Servo Lintas Raya.
Juga ada proyek kereta api batubara Tanjung Enim-Baturaja-Srengsem Lampung yang saat ini masih dalam tahap studi dan dikerjakan PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan proyek kereta api batu bara Musi Rawas-Tanjung Api-Api yang dikerjakan PT Reliance India.
Tingkat produksi dan ekspor batu bara di Indonesia terlalu cepat dibandingkan dengan konsumsi domestik. Karena itu pihaknya mendukung upaya pembatasan ekspor batubara yang saat ini dilakukan Pemerintah Indonesia.
"Saat ini hanya sedang tidak bagus. Saya yakin akan kembali menguat dengan segera, karena harga komoditas energi biasanya cepat pulih," katanya mengakhiri.
Kementerian ESDM Dorong Pertambangan Batubara di Sumatera
Kementerian ESDM Dorong Pertambangan Batubara di Sumatera
Minggu, 13 Januari 2013, 20:56 WIB
Komentar : 0
Antara
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) mengakui penambangan batu bara di Pulau Kalimantan
sangat berlebihan.
Untuk itu Kementerian ESDM bakal mendorong peningkatan eksplorasi dan eksploitasi batu bara di Pulau Sumatera untuk bisa menggenjot produksi pada tahun-tahun mendatang. "Wilayah Sumatera memiliki cadangan yang jauh lebih besar, namun eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan di wilayah tersebut masih kalah dibanding wilayah Kalimantan," kata Kepala Badan Geologi, Kementerian ESDM R Sukhyar di Jakarta, Ahad (13/1).
Sukhyar menjelaskan saat ini distribusi pertambangan batu bara di Indonesia mengalami ketimpangan. Dari potensi tambang batubara sebesar 161 miliar ton di Indonesia, 53 persen berada di Pulau Sumatera dan hanya 47 persen berada di Pulau Kalimantan.
"Namun saat ini 92 persen eksplorasi dan eksploitasi batubara ada di Kalimantan, sedangkan di Sumatera hanya 8 persen,” kata Sukhyar mengungkapkan.
Badan Geologi, Kementerian ESDM mencatat potensi sumber daya batu bara sebesar 161 miliar ton, sebanyak 120 miliar ton berupa tambang terbuka, sedangkan 41 miliar ton lain berada di dalam tanah. Dari jumlah itu, total cadangan batu bara yang bisa segera dieksploitasi mencapai 28 miliar ton.
Ketimpangan itu terjadi karena wilayah Kalimantan menawarkan infrastruktur yang lebih baik dibanding dengan Sumatera, kata Sukhyar.
Selain itu, Kalimantan juga memiliki sungai-sungai yang besar yang bisa digunakan untuk sarana transportasi batu bara, sedangkan wilayah Sumatera sebagian besar hanya memiliki sungai-sungai kecil.
Faktor lainnya adalah tambang batu bara di Sumatera, sering mengalami persinggungan atau 'overlapping' dengan perkebunan dan hutan suaka alam. "Sehingga minat pengusaha untuk berinvestasi di Sumatera sedikit berkurang," srbut dia.
Karenanya pemerintah sedang membangun transportasi batu bara di wilayah Sumatera.
Lebih jauh Sukhyar menjelaskan, ada enam proyek kereta api batu bara yang saat ini sedang dikerjakan. Proyek-proyek itu antara lain, kereta api batu bara di Tanjung Carat yang dikerjakan PT Adani Sumsel, proyek kereta api batu bara yang menghubungkan Lahat-Muara Lematang-Tanjung Lago yang saat ini sudah memasuki tahap finishing dan dikerjakan PT Servo Lintas Raya.
Juga ada proyek kereta api batubara Tanjung Enim-Baturaja-Srengsem Lampung yang saat ini masih dalam tahap studi dan dikerjakan PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan proyek kereta api batu bara Musi Rawas-Tanjung Api-Api yang dikerjakan PT Reliance India.
Tingkat produksi dan ekspor batu bara di Indonesia terlalu cepat dibandingkan dengan konsumsi domestik. Karena itu pihaknya mendukung upaya pembatasan ekspor batubara yang saat ini dilakukan Pemerintah Indonesia.
"Saat ini hanya sedang tidak bagus. Saya yakin akan kembali menguat dengan segera, karena harga komoditas energi biasanya cepat pulih," katanya mengakhiri.
Untuk itu Kementerian ESDM bakal mendorong peningkatan eksplorasi dan eksploitasi batu bara di Pulau Sumatera untuk bisa menggenjot produksi pada tahun-tahun mendatang. "Wilayah Sumatera memiliki cadangan yang jauh lebih besar, namun eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan di wilayah tersebut masih kalah dibanding wilayah Kalimantan," kata Kepala Badan Geologi, Kementerian ESDM R Sukhyar di Jakarta, Ahad (13/1).
Sukhyar menjelaskan saat ini distribusi pertambangan batu bara di Indonesia mengalami ketimpangan. Dari potensi tambang batubara sebesar 161 miliar ton di Indonesia, 53 persen berada di Pulau Sumatera dan hanya 47 persen berada di Pulau Kalimantan.
"Namun saat ini 92 persen eksplorasi dan eksploitasi batubara ada di Kalimantan, sedangkan di Sumatera hanya 8 persen,” kata Sukhyar mengungkapkan.
Badan Geologi, Kementerian ESDM mencatat potensi sumber daya batu bara sebesar 161 miliar ton, sebanyak 120 miliar ton berupa tambang terbuka, sedangkan 41 miliar ton lain berada di dalam tanah. Dari jumlah itu, total cadangan batu bara yang bisa segera dieksploitasi mencapai 28 miliar ton.
Ketimpangan itu terjadi karena wilayah Kalimantan menawarkan infrastruktur yang lebih baik dibanding dengan Sumatera, kata Sukhyar.
Selain itu, Kalimantan juga memiliki sungai-sungai yang besar yang bisa digunakan untuk sarana transportasi batu bara, sedangkan wilayah Sumatera sebagian besar hanya memiliki sungai-sungai kecil.
Faktor lainnya adalah tambang batu bara di Sumatera, sering mengalami persinggungan atau 'overlapping' dengan perkebunan dan hutan suaka alam. "Sehingga minat pengusaha untuk berinvestasi di Sumatera sedikit berkurang," srbut dia.
Karenanya pemerintah sedang membangun transportasi batu bara di wilayah Sumatera.
Lebih jauh Sukhyar menjelaskan, ada enam proyek kereta api batu bara yang saat ini sedang dikerjakan. Proyek-proyek itu antara lain, kereta api batu bara di Tanjung Carat yang dikerjakan PT Adani Sumsel, proyek kereta api batu bara yang menghubungkan Lahat-Muara Lematang-Tanjung Lago yang saat ini sudah memasuki tahap finishing dan dikerjakan PT Servo Lintas Raya.
Juga ada proyek kereta api batubara Tanjung Enim-Baturaja-Srengsem Lampung yang saat ini masih dalam tahap studi dan dikerjakan PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan proyek kereta api batu bara Musi Rawas-Tanjung Api-Api yang dikerjakan PT Reliance India.
Tingkat produksi dan ekspor batu bara di Indonesia terlalu cepat dibandingkan dengan konsumsi domestik. Karena itu pihaknya mendukung upaya pembatasan ekspor batubara yang saat ini dilakukan Pemerintah Indonesia.
"Saat ini hanya sedang tidak bagus. Saya yakin akan kembali menguat dengan segera, karena harga komoditas energi biasanya cepat pulih," katanya mengakhiri.
Royalti dan Bea Keluar Batu Bara Batal Dinaikkan
Royalti dan Bea Keluar Batu Bara Batal Dinaikkan
- Selasa, 11 Juni 2013 | 19:23 WIB
Sungai Barito di Kalimantan Selatan
menjadi jalur angkutan batu bara untuk memenuhi kebutuhan industri lokal
dan diekspor. | KOMPAS/ADI SUCIPTO
"Rekomendasi royalti tidak tahun ini, bea keluar juga belum, soalnya harga batu bara turun," ujar Susilo di Komisi XI DPR, Selasa (11/6/2013).
Susilo menambahkan, saat ini banyak pertambangan di Indonesia tutup, akibat habis masa produksi. Pengusaha pertambangan juga banyak yang belum menyelesaikan syarat dan administrasi untuk memperbarui Izin Usaha Pertambangan (IUP). "Pertambangan masih banyak yang tutup. Kalau diterapkan, akan mematikan saja," jelas Susilo.
Mengingat industri iklim pertambangan masih di bawah tekanan, Susilo menegaskan pihaknya belum bisa menyetujui rekomendasi kenaikan bea keluar dan royalti. Susilo pun berjanji pihaknya akan mengabulkan rekomendasi tersebut tahun depan. "Kami belum merekomendasikan keduanya, baru tahun depan," ucapnya.
Penerimaan negara bukan pajak, berupa royalti dan bea keluar. PKP2B royalti penjualan masih sekitar 13,5 persen, dengan PPH 45 persen, sedangkan IUP royalti penjualan masih 3,5-7 persen, dengan PPH 25 persen. (Adiatmaputra Fajar Pratama/Tribunnews)
Ekspor Batu Bara Indonesia Naik 21 Persen
Ekspor Batu Bara Indonesia Naik 21 Persen
- Rabu, 17 Juli 2013 | 20:08 WIB
Sungai Barito di Kalimantan Selatan
menjadi jalur angkutan batubara yang dimuat di tongkang dan ditarik
kapal tunda. Pasokan batu bara dari Kalimantan untuk memenuhi kebutuhan
industri dalam negeri dan diekspor. | KOMPAS/ADI SUCIPTO
JAKARTA, KOMPAS.com - Ekspor batu bara Indonesia naik 21 persen dalam rentang waktu 5 bulan pertama tahun ini. Data dari Kementerian Perdagangan menyebutkan, volume ekspor batubara selama Januari-Mei tersebut mencapai 163.690.000 metrik ton.
Bloomberg memberitakan, Kementerian Perdagangan tidak memberikan penjelasan penyebab kenaikan ekspor batubara yang digunakan untuk bahan bakar pembangkit listrik tersebut.
Sementara itu, Supriatna Suhala, Direktur Eksekutif di Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia menyebutkan, saat ini pasokan batubara melimpah dan membuat harga batubara turun di pasaran. "Pasokan masih melimpah karena negara-negara produsen selain Indonesia sedang meningkatkan produksi," katanya kepada Bloomberg, Rabu (17/7/2013).
Sejak tahun 2008 lalu, harga batu bara telah terpangkas lebih dari setengahnya. Hal tersebut terjadi karena melambatnya impor batubara dari China dan naiknya produksi batubara dari negara penghasil batubara, seperti Kolombia. (Asnil Bambani Amri)
Tuesday, August 6, 2013
Teman Pria Della Caroline Pengusaha Batubara Terkenal
Kapanlagi.com - Kumar Bipin, teman pria model Della Caroline merupakan pengusaha batubara berkewarganegaraan India. Dia sekaligus pemilik apartemen saat tempat Della ditemukan tewas pada Sabtu (3/8).
"Dia itu orang sana, bukan WNI. Namanya Kumar Bipin," ujar kakak tiriDella, Rere di TPU Petamburan, Senin (5/8).
Rere menuturkan, Kumar pernah mengungkapkan pekerjaannya pada dirinya. Namun, anehnya, saat Kumar diperiksa polisi, dia mengaku hanya manajer di sebuah perusahaan batubara.
"Tapi ke orang lain dan polisi dia mengaku cuma manajer di perusahaan batubara itu, padahal dia yang punya perusahaan itu," ucapnya.
Menurut Rere, Della selama ini tidak pernah bercerita kalau mengenal Kumar. Meski Della terkenal supel dan periang, perkenalannya dengan Kumar tidak pernah diceritakan kepadanya.
Yang diketahui Rere, Della dan ibunya, Anna Susanti, tidak pernah bertemu dengan Kumar. Saat ini, Kumar masih diperiksa oleh petugas kepolisian.
"Della kan supel, temannya banyak. Tapi nggak pernah cerita kalau ia kenal sama Kumar. Dikenalkan ke kita saja belum pernah," ujarnya.
Berdasar hasil pemeriksaan, Della sekitar pukul 21.30 WIB, datang ke apartemen dengan Kumar Bipin. Setelah bajunya dicuci, korban menutupi badannya dengan handuk warna putih. Kemudian korban meminta minum dan diberikan vodka.
Sebelum Tewas, Della Caroline Serahkan Foto ke Ibunya
Fifie Buntaran: Della Caroline Fun, Sosok Party Girl Banget
Kronologis Kematian Model Della Caroline
Di Tubuh Della Caroline Terdapat Luka Lebam
Fifie Buntaran: Della Caroline Sempat Kehilangan Arah
Keluarga Della Carolline Akhirnya Minta Dilakukan Autopsi
Keluarga: Kasihan Della Caroline Meninggal Seperti Ini
Kematian Della Caroline Janggal?
Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Della Caroline
Fifie Buntaran: Della Caroline Fun, Sosok Party Girl Banget
Kronologis Kematian Model Della Caroline
Di Tubuh Della Caroline Terdapat Luka Lebam
Fifie Buntaran: Della Caroline Sempat Kehilangan Arah
Keluarga Della Carolline Akhirnya Minta Dilakukan Autopsi
Keluarga: Kasihan Della Caroline Meninggal Seperti Ini
Kematian Della Caroline Janggal?
Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Della Caroline
Korban kemudian meminumnya dengan dicampur sprite. Dilanjutkan menggoreng nugget untuk dimakan dan setelah itu korban masuk ke kamar.
Namun sekitar pukul 24.00 WIB korban muntah dan pingsan, sehingga Kumar melaporkan ke sekuriti apartemen. Pihak sekuriti akhirnya memanggil dokter namun baru hadir sekitar pukul 02.10 WIB dan dinyatakan korban sudah meninggal (kpl/mdk/dar)
Sunday, August 4, 2013
Royalti Batu Bara Akan Dinaikkan Jadi 10 Persen
Royalti Batu Bara Akan Dinaikkan Jadi 10 Persen
- Rabu, 29 Mei 2013 | 18:30 WIB
Ilustrasi: areal tambang batubara | KOMPAS/M SUPRIHADI
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro menuturkan pemerintah tengah merevisi aturan, yang salah satunya mengatur tentang besaran royalti batubara untuk pengusaha penambangan pemegang IUP. Revisi ini dilakukan untuk mengubah besaran tarif royalti batubara pemegang IUP. "Kami mengusulkan (tarif royalti) 10 persen, tapi kami harus berkoordinasi dengan Kementerian ESDM," ujarnya Selasa malam (28/5/2013).
Catatan saja, selama ini besaran royalti batubara pemegang IUP diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.9 tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Dalam lampiran peraturan ini disebutkan royalti batubara untuk IUP ditetapkan sebesar 3 persen dari harga jual untuk batubara dengan kalori kurang dari 5.100 kalori/kg (Kkal/kg), sebesar 5 persen untuk batubara dengan tingkat kalori antara 5.100 Kkal/kg - 6.100 Kkal/kg, dan sebesar 7 persen dari harga jual untuk batubara dengan tingkat kalori lebih dari 6.100 Kkal/kg.
Menurut Bambang, setelah diterbitkannya UU No 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara terdapat sekitar 10.000 perusahaan pemegang IUP baru yang diterbitkan di sektor tambang mineral dan batubara. Dari jumlah itu, sekitar 60% merupakan IUP mineral dan sisanya sekitar 40% perusahaan pemegang IUP untuk tambang batubara.
Kenaikan royalti batubara untuk pemegang IUP ini tentu saja bakal menambah penerimaan negara dari royalti. Hanya saja, Bambang belum mau mengungkapkan berapa besar potensi penerimaan tambahan akibat rencana kenaikan royalti batubara ini.
Ia hanya menggambarkan, selama ini penerimaan negara dari royalti mineral dan batubara sekitar Rp 20 triliun. "Kalau royalti ini diperbaiki dari IUP, diharapkan penerimaan negara makin tinggi," jelas Bambang.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa menuturkan, selama ini masih banyak pengusaha tambang pemegang IUP yang belum tertib dalam membayar pajak dan royalti. Makanya, saat ini pemerintah tengah menata kembali aturan pengenaan royalti bagi pengusaha tambang batubara. "Royalti akan dilihat dari skala (produksinya). Tapi, sekecil apa pun royalti harus dibayar," ungkapnya beberapa waktu lalu.
Selain menegakkan asas keadilan, upaya perbaikan kembali besaran royalti pengusaha pertambangan batubara ini merupakan salah satu cara pemerintah untuk menggenjot penerimaan bukan pajak (PNBP) khususnya di sektor pertambangan.
Catatan saja, dalam RAPBNP 2013 pemerintah mematok penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 344,5 triliun, naik dari APBN 2013 yang sebesar Rp 332,2 triliun. Dari jumlah itu, PNBP dari sumber daya alam SDA ditargetkan sebesar Rp 201,7 triliun, lebih tinggi dari target dalam APBN 2013 yang sebesar Rp 197,2 triliun. (Herlina KD/ Kontan)
Sunday, July 28, 2013
PLN Gandeng Perusahaan China Bangun PLTU Pangkalan Susu Rp 2 Triliun
Jakarta - PT PLN (Persero) hari ini menandatangani kontrak pembangunan PLTU Pangkalan Susu di Sumatera Utara senilai US$ 235,964 juta dan Rp 196 miliar, atau dengan total Rp 2 triliun lebih.
Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU) Pangkalan Susu Unit 3 dan 4 berkapasitas 2 × 200 Mega Watt (MW) dibangun di desa Pasir, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.
Kontrak pembangunan PLTU Pangkalan Susu ditandangani pada hari ini oleh Direktur Utama PLN Nur Pamudji dengan Chief Representative Sinohydro Corporation Limited Deng Xi asal China mewakili konsorsium Sinohydro Corporation Limited-PT Nusantara Energi Mandiri sebagai kontraktor pembangunan.
Menurut Nur Pamudji, Proyek PLTU Pangkalan Susu unit 3 dan 4 ini penting untuk menambah pasokan listrik ke Sumatera Utara yang dalam beberapa waktu lalu mengalami keterbatasan cadangan listrik.
Nur Pamudji juga mengungkapkan masih terdapat beberapa calon pelanggan PLN dari golongan industri dan bisnis yang masih menunggu layanan listrik dari PLN.
"Itulah kenapa proyek ini sangat penting bagi PLN. Saya harap konsorsium mampu menyelesaikan proyeknya sesuai kontrak, 42 bulan untuk unit 3 dan 45 bulan untuk unit 4," ucap Nur Pamudji dalam siaran pers, Senin (15/7/2013).
PLTU Pangkalan Susu adalah pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar batubara. Proyek ini merupakan PLTU yang termasuk program
percepatan (Fast Track Program/FTP) 10 ribu MW tahap II. PLTU Pangkalan Susu unit 3 dan 4 memiliki perbedaan dengan unit 1 dan 2
yang sudah lebih dulu dibangun.
"Pangkalan Susu yang baru ini kita menggunakan standar intenasional. Bukan standar GB (Guobiao Standards) dan harus menggunakan peralatan
lokal sebesar 40 persen. Jadi saya menyarankan kontraktor menggunakan produk yang sudah diproduksi di Indonesia, seperti transformer atau
perlengkapan lainnya," kata Nur Pamudji.
Proyek yang digarap oleh konsorsium Sinohydro Corporation Limited-PT Nusantara Energi Mandiri ini, sesuai kontrak akan diselesaikan dalam
waktu 42 bulan untuk unit 3 dan 45 bulan untuk unit 4. Konsorsium mendapatkan dana pembangunan dari Preferential Buyer’s Credit Pemerintah Republik Rakyat China dan anggaran PLN (APLN). Nilai kontrak proyek PLTU Pangkalan Susu adalah US$ 235,964,273 dan Rp 196 miliar.
Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU) Pangkalan Susu Unit 3 dan 4 berkapasitas 2 × 200 Mega Watt (MW) dibangun di desa Pasir, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.
Kontrak pembangunan PLTU Pangkalan Susu ditandangani pada hari ini oleh Direktur Utama PLN Nur Pamudji dengan Chief Representative Sinohydro Corporation Limited Deng Xi asal China mewakili konsorsium Sinohydro Corporation Limited-PT Nusantara Energi Mandiri sebagai kontraktor pembangunan.
Menurut Nur Pamudji, Proyek PLTU Pangkalan Susu unit 3 dan 4 ini penting untuk menambah pasokan listrik ke Sumatera Utara yang dalam beberapa waktu lalu mengalami keterbatasan cadangan listrik.
Nur Pamudji juga mengungkapkan masih terdapat beberapa calon pelanggan PLN dari golongan industri dan bisnis yang masih menunggu layanan listrik dari PLN.
"Itulah kenapa proyek ini sangat penting bagi PLN. Saya harap konsorsium mampu menyelesaikan proyeknya sesuai kontrak, 42 bulan untuk unit 3 dan 45 bulan untuk unit 4," ucap Nur Pamudji dalam siaran pers, Senin (15/7/2013).
PLTU Pangkalan Susu adalah pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar batubara. Proyek ini merupakan PLTU yang termasuk program
percepatan (Fast Track Program/FTP) 10 ribu MW tahap II. PLTU Pangkalan Susu unit 3 dan 4 memiliki perbedaan dengan unit 1 dan 2
yang sudah lebih dulu dibangun.
"Pangkalan Susu yang baru ini kita menggunakan standar intenasional. Bukan standar GB (Guobiao Standards) dan harus menggunakan peralatan
lokal sebesar 40 persen. Jadi saya menyarankan kontraktor menggunakan produk yang sudah diproduksi di Indonesia, seperti transformer atau
perlengkapan lainnya," kata Nur Pamudji.
Proyek yang digarap oleh konsorsium Sinohydro Corporation Limited-PT Nusantara Energi Mandiri ini, sesuai kontrak akan diselesaikan dalam
waktu 42 bulan untuk unit 3 dan 45 bulan untuk unit 4. Konsorsium mendapatkan dana pembangunan dari Preferential Buyer’s Credit Pemerintah Republik Rakyat China dan anggaran PLN (APLN). Nilai kontrak proyek PLTU Pangkalan Susu adalah US$ 235,964,273 dan Rp 196 miliar.
Tuesday, July 16, 2013
Sinyal Batu Bara Segera Pulih?
Sinyal Batu Bara Segera Pulih?
Omzet Konsultan Tambang Merangkak Naik
Beberapa bulan terakhir, industri batu bara memang menunjukkan tanda-tanda akan pulih, meskipun beberapa pihak meyakini tidak dalam waktu dekat. Kebangkitan sektor yang menjadi salah satu andalan ekspor Kaltim itu, terlihat dari merangkaknya permintaan terhadap jasa konsultan tambang, seperti topografi dan drilling(pengeboran) yang juga sempat ikut menurun.
Bidang jasa yang lebih banyak bergelut pada tahap eksplorasi pertambangan itu, bahkan sempat kehilangan pangsa pasar, saat penurunan produksi batu bara mencapai titik terendah sekitar pertengahan tahun lalu.
“Karena sebagian pangsa pasar kami adalah pertambangan batu bara. Bahkan, sempat tak menganggur hingga berbulan-bulan,” ucap Akhmad Munawir Adam, direktur PT Bumi Indonesia, perusahaan konsultan pertambangan batu bara.
Selain penurunan omzet, kata dia, perusahaannya juga dihadapkan pada beberapa perusahaan tambang yang belum melunasi biaya konsultasi dan pengeboran. “Sebenarnya masalah utama adalah pada pembayaran ini. Karena kalau omzet, kami bisa cari di sektor lain,” ucapnya.
Khusus untuk jasa pemetaan, sektor konstruksi hingga properti juga menjadi pangsa perusahaan yang berpusat di Jalan Tantina, Samarinda itu. “Karena, teknis kerjanya tak jauh berbeda dari tambang. Hanya untuk properti mungkin perlu lebih detail karena menghitung tingkat kerapatan juga,” papar pria yang akrab disapa Nawir itu.
Kendati demikian, dia menyebut perusahaan batu bara tetap menjadi pangsa utama mereka. “Karena jasa kami ini dibayar sesuai luas wilayahnya,” bebernya.
Dampak lain karena harga batu bara yang anjlok itu, kata dia, banyak perusahaan batu bara yang hingga tutup belum juga dapat melunasi biaya konsultasi.
“Ada pula yang perlu bertahun-tahun melunasinya,” ucap alumnus Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Jogjakarta itu.
Pembayaran yang telat tersebut, diketahuinya juga sebagai penyebab perusahaan konsultan tambang gulung tikar. “Dampaknya pasti ke kami juga. Yang saya tahu, di Samarinda sudah ada dua perusahaan konsultan tambang yang tak lagi aktif,” ungkapnya.
Nawir mengatakan, hal-hal semacam ini tak pernah terjadi sebelum batu bara jatuh sejak tahun lalu. “Untungnya sekarang situasinya sudah mulai membaik. Permintaan juga sudah mulai kembali ramai,” sambungnya.
Sementara itu, perusahaan konsultan tambang lainnya, PT Indosurvey Mining Service (IMS) juga mengalami situasi yang sama. Meskipun telah pulih, sampai saat ini mereka tetap harus mengimbangi pemasukan melalui penjualan alat dan mencari pengguna jasa hingga ke luar Kaltim.
“Kami saat ini melayani konsultasi untuk perusahaan batu bara di Jambi dan Palembang,” ucap Direktur PT IMS Fery Nugroho.
Dia mengatakan, saat ini banyak perusahaan tambang yang menahan produksinya, karena harga batu bara belum sebagus dua tahun lalu. “Kebanyakan mereka hanya memproduksi dan menjual batu bara, sebatas memenuhi kebutuhan operasional perusahaan, seperti membayar gaji karyawan dan perawatan peralatan,” katanya.
Saat anjlok lalu, dia menyebut, perusahaannya nyaris tak mendapat omzet sama sekali dalam sebulan. “Padahal ketika sedang bagus, kami bisa melayani hingga lebih dari sepuluh kali dalam sebulan.”
Kondisi pertambangan batu bara yang mulai membaik, kata Fery, terlihat dengan meningkatnya omzet perusahaan yang berpusat di Balikpapan itu. “Saat ini kami bisa melayani hingga tujuh permintaan jasa pemetaan dan pengeboran dalam sebulan,” kata dia.
Kendati demikian, Fery menyebut, tak seluruhnya berhubungan dengan produksi batu bara. “Karena memang kami lebih banyak pada tahap eksplorasi. Kadang kami hanya diminta melakukan pengukuran oleh perusahaan yang sekadar ingin menjual lahan tambangnya,” pungkasnya. (*/man/wan/k1)
Subscribe to:
Posts (Atom)