Friday, September 13, 2013

PT Timah Lirik Tambang Batubara di Sumatera Selatan

PT Timah Lirik Tambang Batubara di Sumatera Selatan

Selasa, 10 September 2013 07:38 WIB

PT Timah Lirik Tambang Batubara di Sumatera Selatan
Kontan
Batubara

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- PT Timah (Persero) Tbk (TINS) sedang mengincar lahan tambang batubara yang terletak di wilayah Sumatera Selatan.
Sekretaris Perusahaan Timah, Agung Nugroho, menuturkan sudah menyiapkan dana untuk akusisi tersebut.
Tingginya kualitas batubara yang terletak di wilayah tersebut menjadi salah satu alasan Timah melirik areal pertambangan itu.
"Kami siap menyuntikkan dana sekitar Rp 1 triliun. Kami menargetkan pada akhir tahun 2013, aksi anorganik atas tambang batubara tersebut sudah dapat dirampungkan," ujarnya kemarin.
Menurutnya, untuk aksi perseroan tersebut sedang dijajaki melalui entitas usaha perseroan, PT Timah Investasi Mineral.
Untuk aksi akuisisi ini, Timah sedang dalam tahap uji tuntas, untuk mengukur seberapa besar cadangan batubara yang dimiliki konsesi tambang batubara tersebut.

Ia pun mengatakan, dengan dirampungkannya akuisisi ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap pendapatan konsolidasian perseroan.
"Diketahui pada tahun 2012 lalu, kontribusi pendapatan yang berasal dari bisnis batubara hanya menyumbang sekitar 9 persen atau sekitar Rp 703,8 miliar  dari total pendapatan konsolidasian yang mencapai Rp 7,82 triliun  kita harapkan menaik," ujarnya.
Angka ini tidak jauh berbeda pada periode tiga bulan pertama tahun ini dimana bisnis batubara hanya menyumbang sekitar Rp 127,73 miliar dari total pendapatan pada kuartal pertama tahun ini yang mencapai Rp 1,52 triliun.

KESDM Kaji Insentif Bangun PLTU di Mulut Tambang

KESDM Kaji Insentif Bangun PLTU di Mulut Tambang
 
 
www.inilah.com
Headline
inilah.com/Agus priatna
Oleh: Ranto Rajagukguk
INILAH.COM, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bakal menyediakan insentif bagi investor yang berkeinginan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di mulut tambang.

Dirjen Minerba, Kementerian ESDM, Thamrin Sihite menyebutkan, insentif ini berupa feed in tarif seperti layaknya penyediaan pembangkit dengan energi baru terbarukan (EBT). "Ini merupakan salah satu langkah pemerintah untuk mendorong produksi batu bara disediakan langsung melalui mulut tambang," kata Thamrin, Kamis (12/9/2013).

Thamrin menambahkan, feed in tarif untuk program itu sekitar US$ 0,05 hingga US$ 0,07 per kilo watt hours (kwh). Dia berharap penetapan harga jual tersebut bisa mempercepat proses penjanjian jual-beli listrik antara pengelola PLTU mulut tambang dan PT PLN (Persero). Selain itu, pemerintah juga akan memberikan insentif bagi pemegang izin usaha pertambangan (IUP) yang memasok batubara ke PLTU mulut tambang. Insentif yang ditawarkan menggunakan formula harga produksi ditambah dengan margin sebesar 25%.

Sebelumnya, pemerintah memang telah mendorong pengusaha batu bara untuk terjun berinvestasi di PLTU. Namun para pengusaha mengeluh lantaran Purchase Power Agreement (PPA) yang ditawarkan PLN hanya diberi jangka waktu setahun, sementara sindikasi dana bank didapat secara bertahap. [mel]

Pemerintah Rayu Pengusaha Batubara Bangun PLTU Mulut Tambang

Pemerintah Rayu Pengusaha Batubara Bangun PLTU Mulut Tambang

Albi Wahyudi
Dirjen Minerba, KESDM, Thamrin Sihite
Dirjen Minerba, KESDM, Thamrin Sihite
Pemerintah akan memberikan insentif berupa feed in tariff.
JAKARTA, Jaringnews.com - Guna merealisasikan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Mulut Tambang, maka pemerintah mengajak pelaku usaha Batubara untuk terjun berinvestasi di PLTU.

Dirjen Minerba, Kementerian ESDM, Thamrin Sihite mengatakan, pihaknya akan memberikan insentif bagi pelaku usaha yang bisa terjun di PLTU. Insentif yang diberikan tersebut berupa feed in tariff.

"Ini salah satu langkah pemerintah demi merealisasikan PLTU Mulut Tambang, apalagi pelaku usaha batubara dapat memasok batubara ke PLTU itu," ujar Thamrin di Jakarta, Kamis (12/9).

Thamrin menjelaskan, feed in tariff yang diberikan pemerintah sekitar US$ 0,05 hingga US$ 0,07 per kilo watt hours (kwh). Jadi penetapan harga jual tersebut bisa mempercepat proses penjanjian jual beli listrik antara pengelola PLTU mulut tambang dan PT PLN (Persero).

Disamping itu, pemerintah juga akan memberikan insentif bagi pemegang izin usaha pertambangan (IUP) yang memasok batubara ke PLTU mulut tambang. Insentif yang ditawarkan menggunakan formula harga produksi ditambah dengan margin sebesar 25%.
(Alb / Deb)

Krisis, Sumatera Perlu Pembangkit Listrik Lagi

Krisis, Sumatera Perlu Pembangkit Listrik Lagi
Headline
Oleh: Ranto Rajagukguk
ekonomi - Selasa, 10 September 2013 | 17:43 WIB

INILAH.COM, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik berharap dapat membangun pembangkit listrik baru sehingga mengakomodasi kebutuhan masyarakat di Sumatera.

Menurut Wacik dengan adanya krisis listrik yang melanda beberapa daerah di Sumatera, ada dua kemungkinan yang terjadi dalam situasi tersebut. Pertama adalah gangguan teknis seperti tersambar petir itu bisa langsung diperbaiki. Ada pun hal teknis lainnya adalah pemadaman. "Biasanya lima menit kemudian Dirut PT PLN kirim pesang singkat (SMS) ke saya," kata Wacik di Jakarta, Selasa (10/9/2013).

Ada pun masalah kedua adalah mengenai kebutuhan atau konsumsi listrik yang terus mengalami peningkatan. Menurut Wacik seiring pertumbuhan ekonomi nasional industri semakin maju, dan konsumsi melebihi pasokan. "Industri maju, masyarakat nambah Air Conditioner (AC), nambah lemari pendingin (kulkas), dan adanya pelanggan rumah tangga baru," tutur Wacik.

Wacik menambahkan banyak cara agar pembangkit listrik untuk dapat dihasilkan pasokan listrik. Apalagi Indonesia memiliki cadangan sumber energi yang besar dari energi baru terbarukan, salah satunya panas bumi (geothermal).

"Nah dengan adanya potensi ini kami harapkan jangan dipersulit. Ini juga untuk meningkatkan rasio elektifikasi nasional," kata Wacik. [hid]

Kontroversi BK Batu Bara

Kontroversi BK Batu Bara

Jumat, 13 September 2013 | 08:19
Kalangan pelaku industri batu bara sedang galau. Mereka tengah cemas menunggu rencana pemerintah menaikkan besaran royalti dan mengenakan bea keluar (BK) terhadap komoditas batu bara. Kebijakan yang akan dieksekusi tahun depan tersebut bertujuan untuk menambah penerimaan negara, mendorong industri bernilai tambah batu bara, serta menjamin pasokan batu bara di dalam negeri.
Saat ini, royalti batubara ditetapkan sebesar 6,5 persen untuk kelompok pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dan 13,5 persen untuk perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B). Rencananya, besaran royalti untuk IUP akan dinaikkan, sehingga tidak terlalu jauh berbeda dengan PKP2B. Sedangkan untuk pengenaan BK, pemerintah belum menetapkan mekanisme dan besarannya. Beleid untuk kebijakan tersebut tengah digodok.
Keruan saja pengusaha batu bara kelimpungan. Betapa tidak, saat ini industri batu bara di Tanah Air sedang dirundung masalah, terkait harga ekspor yang anjlok. Harga batu bara yang pernah mencapai di atas US$ 120 per ton, saat ini hanya tinggal sekitar US$ 70-an per ton. Perlambatan ekonomi global, khususnya Tiongkok dan India, selaku konsumen penting batu bara Indonesia, membuat permintaan batu bara melemah. Padahal, lebih dari 80 persen produksi batu bara nasional dijual ke pasar ekspor.
Tanpa kenaikan royalti dan pengenaan bea keluar pun, saat ini banyak perusahaan batu bara yang gulung tikar alias menghentikan produksi. Harga yang anjlok membuat sebagian perusahaan, khususnya skala kecil, tak sanggup menutup biaya operasional.
Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) juga mengingatkan pemerintah bahwa rencana kenaikan royalti dan pengenaan BK bisa berdampak negatif. Yang paling utama adalah potensi maraknya penambangan batu bara ilegal (illegal mining). Dalam kondisi harga yang rendah, kenaikan royalti dan pengenaan BK justru membuat perusahaan mencari-cari akal untuk menghindarinya.
Maraknya penambangan batu bara ilegal tercermin pada perbedaan data yang signifikan antara Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Data BPS menyebutkan total produksi batu bara nasional pada 2011 sebesar 452 juta ton, sedangkan Kementerian ESDM hanya 397 juta ton, atau ada perbedaan 55 juta ton.
Data batu bara yang tidak terverifikasi tersebut membuat negara berpotensi kehilangan penerimaan sekitar Rp 3,4-5,5 triliun. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan menyebut kerugian negara di sektor batu bara mencapai Rp 7 triliun. Artinya, apabila kenaikan royalti dan pengenaan BK jadi diberlakukan tahun depan, boleh jadi potensi kehilangan penerimaan negara mencapai puluhan triliun rupiah.
Itulah sebabnya, pemerintah perlu mengkaji ulang rencana penaikan besaran royalti dan pengenaan BK. Dalam kondisi harga yang terpuruk, kebijakan ini bakal semakin membuat banyak perusahaan batu bara kolaps.
Salah satu filosofi pengenaan bea keluar adalah untuk menjaga pasokan dalam negeri. Padahal, untuk batu bara, sudah ada kebijakan berupa domestic market obligation (DMO). Lagi pula, kebutuhan domestik saat ini tak sampai 20 persen dari produksi nasional, sehingga pasokan pasti akan terjamin.
Perlu diingat bahwa ekspor batu bara memberikan kontribusi devisa senilai US$ 26,4 miliar tahun lalu. Batu bara merupakan benteng utama penyelamat defisit neraca perdagangan yang kini menjadi persoalan ekonomi terbesar negeri ini. Bila tidak ada peran ekspor komoditas, terutama batu bara, defisit perdagangan tentu akan lebih berdarah-darah.
Kita setuju bahwa Indonesia harus mendorong hilirisasi, tak terkecuali di sektor pertambangan, termasuk batu bara. Sebab, ekspor bahan mentah sangat sensitif terhadap perubahan harga. Dengan hilirisasi, produk yang dihasilkan adalah barang bernilai tambah dengan harga yang bisa berlipat-lipat bila dibanding barang mentah. Namun, kondisi saat ini kurang tepat jika industri batu bara dikenai tambahan beban dengan kenaikan royalti dan pengenaan BK.
Terlebih lagi, sektor batu bara memberi kontribusi ke negara sekitar Rp 50 triliun setiap tahun dalam bentuk royalti dan berbagai jenis pajak. Industri batu bara menjadi tempat bergantung satu juta pekerja, dan telah menyalurkan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) senilai Rp 2 triliun.
Jangan sampai hanya demi mengejar tambahan penerimaan negara Rp 2-3 triliun dengan kenaikan royalti dan pengenaan BK, neraca perdagangan semakin terancam. Kita tahu, defisit neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan adalah persoalan paling serius yang menuntut penanganan segera, karena memicu pelemahan nilai tukar rupiah.

Kapal pembawa batu bara terbakar di Selat Sunda

Kapal pembawa batu bara terbakar di Selat Sunda

Reporter : Dwi Prasetya
Jumat, 13 September 2013 10:51:34
Kapal pembawa batu bara terbakar di Selat Sunda
Ilustrasi kapal terbakar. ©2013 Merdeka.com/Pramirvan Datu


Kapal Motor MV Pramudita, yang mengangkut batu bara untuk dipasok ke PLTU Suralaya, terbakar di perairan Selat Sunda, Kamis (12/9) malam. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut, namun kerugian di taksir miliaran rupiah.

Dari informasi yang dihimpun merdeka.com, Jumat (13/9), kejadian bermula saat kapal baru selesai bongkar muat di PT Indonesia Power, dan berada di perairan Salira, Pulo Merak. Diduga mengalami korsleting sehingga menyebabkan timbulnya api dan kepulan asap.

Sebanyak 32 anak buah kapal (ABK) yang ada di atas kapal berhasil diselamatkan menggunakan perahu kecil dengan bantuan warga sekitar.

Wawan, salah saksi mata mengatakan, dirinya melihat kepulan asap di tengah laut yang keluar dari sebuah kapal.

"Melihat kepulan asap tebal dari kapal, nggak lama kemudian terlihat api membesar," kata Wawan.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Bidang Kesyahbandaran Kantor Syahbandar Otoritas Pelabuhan ( KSOP) Kelas I Banten, Thomas Chandra, mengatakan, kapal yang terbakar milik PT Caraka Tirta Pratama. Diduga terjadi korsleting boiler palka lima pada mesin kapal yang menyambar sisa-sisa batu bara di dalam kapal sehingga api cepat menyambar ke badan kapal.

"Keterangan dari ABK kapal, api bermula dari boiler kapal pada palka lima yang diduga mengalami korsleting, kemudian menyambar sisa-sisa batu bara, untuk lebih pastinya akan diselidiki oleh Polair Polda Banten," kata Thomas.

Api baru bisa dipadamkan setelah 6 buah kapal tag boat untuk melakukan pemadaman.
[lia]

Hingga 2020, Penggunaan Batu Bara Ditargetkan Naik 13%

Hingga 2020, Penggunaan Batu Bara Ditargetkan Naik 13%

Jum'at, 13 September 2013 14:08 wib
Dani Jumadil Akhir - Okezone
Ilustrasi. (Foto: Okezone) Ilustrasi. (Foto: Okezone)
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan pada 2020 alokasi penggunaan batu bara dalam negeri akan menyumbang 63 persen bauran energi untuk pembangkitan tenaga listrik. Sayangnya, saat ini pemanfaatan batu bara sebagai bahan bakar pembangkit baru mencapai 50 persen.

Direktur Jenderal ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman mengungkapkan, Kebutuhan tenaga listrik di Indonesia memang terus mengalami peningkatan. Kebutuhan listrik dari 2009-2012 meningkat secara drastis, dan pada 2013 diproyeksikan sebesar 3.000 megawatt (mw).

"Hal ini berbanding lurus dengan naiknya kilowatt per hours (kwh) per kapita yang pada 2009 sekitar 650 kwh dan meningkat menjadi 856 kWh pada akhir 2012," ungkap Jarman di Jakarta, Jumat (13/9/2013).

Menurut Jarman, energi mix Indonesia saat ini masih tergantung minyak yaitu sebesar 49,7 persen. Namun, ketergantungan ini akan ditekan hingga menjadi 25 persen pada 2025. Peran batu bara dan gas bumi akan ditingkatkan demikian juga dan energi baru terbarukan.

Sementara Domestic Market Obligation (DMO) batu bara dan gas, diharapkan dapat berjalan sesuai dengan apa yang direncanakan. Dengan demikian, dapat memenuhi kebutuhan terutama untuk pembangkit tenaga listrik.

"Bila penggunaan batu bara saat ini baru sekitar 50 persen, diharapkan pada 2020 batu bara dapat menyumbang 63 persen dari bauran energi nasional untuk sub sektor kelistrikan. Pemanfaatan energi setempat juga menjadi salah satu program dalam meningkatkan bauran energi di sektor batu bara dengan membangun PLTU mulut tambang," tukas dia. ()